═══¤۩۞۩ஜஜ TeRiMaKaSiH tElAh BeRkUnJuNg, BaCa DaN KoMeNtAr ஜஜ ۩۞۩¤═══

Jumat, 23 April 2010

CERPEN : Cinta Tak Harus Memiliki

“Kreek” pintu kamarku terbuka, seseorang tampak dari balik pintu. Aku mengangkat wajahku sedikit. Mama, aku menatap mama datar.“Sampai kapan kamu mau seperti ini?” tanya mama. Dia duduk disudut tempat tidurku. Aku bangkit dari kursi belajarku, ku hempaskan badanku diatas tempat tidur. Ku pandangi langit-langit kamar, terlihat bintang biru yang dulu pernah kubeli bersama Hans. Kupejamkan mataku “Sudah 2 bulan aku tak bertemu dengan Hans, kangen rasanya” batinku. Mama mengusap rambutku pelan.“Mama tahu kamu marah sama Papa dan Mama” aku diam. “Seharusnya kamu tahu apa yang kami lakukan ini untuk kebaikan kamu juga” ucap mama lagi.Aku beranjak dari tidurku, kulipat kedua kaki lalu memeluk lututku meletakkan kepala pada kedua lutut itu.“Kebaikan apa yang Cantik dapat ma?” ujarku pelan.“Papa sudah menjodohkan kamu dengan anak teman lama papamu. Dia anak yang baik dan juga bertanggung jawab. Mama yakin kamu akan
bahagia bersama Dion”.“Apa mama dan papa benar-benar sayang pada Cantik?” tanyaku berharap. Mama menoleh. “Apa maksud Cantik tanya seperti itu, sayang?” kupandangi wajah mama dengan lembut. “tentu saja mama dan juga papa sayang padamu. Makanya berharap yang terbaik untukmu” ucap mama lagi. Sejenak aku diam, lalu aku beranjak. Aku duduk dikursi belajarku, ku buka laci meja. Ku ambil satu bingkai dari dalamnya, aku letakkan persis didepanku diatas meja.“Mama tahukan Cantik cuma mencintai Hans” ucapku pelan. “Cuma dia yang bisa buat Cantik bahagia, Cuma dia yang terbaik untuk Cantik. Itu mama sudah tahu kan?” suaraku bergetar, nafasku sesak. Begitu sakitnya dengan perasaan ini.“Mama tahu itu, tapi kamu bisa mencoba dengan Dion” ucap mama seraya berjalan mendekatiku.“Kenapa harus mencoba? Kalau Cantik sudah merasa yakin apa yang Cantik miliki. Cantik cuma menginginkan Hans, ma. Bukan yang lain” aku sudah tak tahan lagi dengan perasaan ini. Airmataku tumpah. “Apa mama ga mau lihat Cantik bahagia?” aku tertunduk didepan mama, membiarkan airmata itu jatuh terus menerus. “Papa sudah mengurung Cantik selama 2 bulan, Menyita Handphone Cantik. Usaha ini takkan berhasil ma! Cantik ga mungkin bisa ngelupain dan ninggalin Hans” nafasku turun naik. “Cuma Hans yang Cantik cintai dan Cantik Cuma mau menikah dengan Hans” ucapku lagi.Mama memelukku, kutumpahkan segala yang menyesakkan dada. “Cantik mau bahagia ma” ucapku pelan berharap lagi. Aku merasakan pundakku basah. Ternyata mama menangis.“Kalau Cuma Hans yang buat Cantik bahagia, mama bisa terima. Tapi Papa tak akan mungkin menerima itu” ucap mama disela tangisnya. Aku lepaskan pelukan mama.“Izinkan Cantik ketemu Hans, Ma!” aku menatap wajah mama.Mama berjalan keluar kamar, Aku hanya diam. Tak lama mama datang lagi, mama menghampiriku seraya menyerahkan Handphoneku.“Nih!” aku mengambil Handphone itu dari tangan mama. “Ambillah handphone Cantik ini, temui pangeranmu sayang! Mama mau kamu bahagia” mama tersenyum. Tanpa membuang waktu aku langsung berlari, aku ingin menemui Hans. Aku berlari sekuat tenagaku, menghampiri Hans. Aku berhenti tepat didepan Hans, sejenak kami hanya terdiam, aku mengatur nafasku. “Hans” ucapku pelan. Hans hanya diam. Dia membawaku kebangku taman yang ada didekat kami.“Rinduku tak mampu aku ucapkan lagi, Hans. Sudah 2 bulan aku tersiksa merindukanmu” ucapku pelan. “apa kamu juga merindukan aku Hans?”Hans mengambil tanganku, digenggamnya erat. “aku juga sangat merindukanmu, Cantik” ku tatap wajahnya yang tampan.“Bawa aku pergi, Hans! Bawa aku bersamamu” airmataku jatuh. “aku tak mau berpisah lagi dengan kamu”.Hans menyeka airmataku. “Jangan menangis lagi, Cantik!”“Bawa aku pergi dari sini Hans! Kita harus hidup bersama dan bahagia” isakku memohon.“ga mungkin Cantik, aku ga mungkin bawa kamu pergi”Aku terkejut dengan kata-kata Hans. Ku lepaskan genggamannya.“Kenapa Hans? Kenapa tidak mungkin membawaku pergi dari sini?” tanyaku cemas. Ku teliti wajah Hans. Airmuka Hans berubah, seperti ada sesuatu yang berat ada didirinya.“Katakan Hans! Kenapa? Apa Papa mengancam kamu untuk tidak bersamaku lagi? Jawab Hans!” Aku mendesaknya, kuguncang-guncangkan tubuh Hans.“Aku ga bisa! Ga bisa Cantik!” Suara Hans pelan tapi begitu berat.“Kenapa?” tanyaku putus asa. Mataku berkaca-kaca.“Minggu depan aku akan segera menikah. Ini undangannya”Hans menyodorkan selembar surat undangan didepanku. Bagai petir hatiku rasanya terbakar. Jantungku seolah berhenti berdetak.“Tidak!” jeritku putus asa lagi.“Ini bohongkan, Hans? Kau Cuma bercanda? Kau memang suka bercanda, aku tahu itu. Tapi kali ini please!! Jangan permainkan perasaanku”Aku menatap sepasang mata teduh itu. Berharap mendapat bukti dari matanya bahwa semua yang dikatakannya itu adalah lelucon.“ini kenyataan. Ini bukan lelucon” ucap Hans tegas. Aku menatap semakin dalam pada bola matanya.“Kenapa kau lakukan itu Hans? Kau tahu perbuatanmu itu bisa membunuhku. Kau tahu Hans!” jeritku keras atau tepatnya berteriak-teriak. Emosiku meledak, aku menarik-narik baju kemejanya.“Lebih baik kau bunuh saja aku, Hans! Bunuh aku!” aku menarik tangan Hans laluku pukul-pukul kepalaku dengan tangan itu.“Cukup! Cukup, Cantik!”Hans menghempaskan tanganku yang memegang tangannya. Seketika Hans memegang wajahku.“Aku ga sanggup melihat kau mati. Aku mencintaimu. Aku sangat mencintaimu, Cantik” ucap Hans lembut.“Kau mencintaiku. Lalu kenapa kau lakukan itu Hans?”“Aku terpaksa. Aku juga mencintai mamaku. Aku tak mau dia mati. Mama mengancam akan bunuh diri kalau aku menolak menikah. Mereka sudah menjodohkan aku dengan seorang gadis anak teman Mama. Akupun tak tahu siapa gadis itu. Aku belum pernah bertemu dengannya”Hans membelai rambutku lembut. Tangisku makin meledak, aku merasa hancur, aku benar-benar hancur.“Maafkan aku Cantik. Aku terpaksa menuruti kehendak mereka”Aku tak tahu lagi apa yang harus aku lakukan, Hatiku rasanya tercabik-cabik. Pelan-pelan aku aku melepas tangannya dari wajahku. Aku bergerak mundur.“Kau jahat, Hans. Aku tak bisa menerima keputusanmu ini” Aku meninggalkan Hans.“Kau jahat, Hans!” jeritku sekali lagi. Aku berlari sekencang-kencangnya meninggalkan Hans. Takku pedulikan teriakan Hans memanggilku. Yang kutahu sekarang hanya mati. Aku ingin mati saja. Aku terus berlari, berharap ada sesuatu yang menabrakku hingga aku bisa langsung mati. Entah kenapa sampai sejauh ini aku berlari tak juga ada yang menabrakku.Aku menghentikan lariku tepat diatas jembatan yang dibawahnya terdapat sungai. Aku ingin melompat kedalam sungai itu. Lalu tanpa ragu-ragu akupun melompat. Byuuuuur….aku masuk kedalam sungai. Didalam aku tak berusaha melakukan apapun, tak juga berenang. Padahal sejak kecil aku sangat suka berenang. Lamaku biarkan tubuhku tenggelam. Tubuhku sudah mulai lemah, aku kehabisan udara. Kupejamkan mataku. Aku tertidur. Aku sudah tak bisa merasakan apa-apa lagi. Apakah aku sudah mati?? Aku merasa ada setitik sinar yang amat terang ada didepanku, Aku berjalan kesana. Ku angkat tanganku untuk meraihnya. Kubuka mataku perlahan. Aku yakin ini sinar cahaya akhirat. Samar-samar kulihat wajah mama hadapanku.“Mama. Mama kok ada disini?” tanyaku bingung.“Cantik. Sayang kamu sudah sadar?” seketika mama mencium pipiku.“Cantik ada dimana, Ma?” kuteliti sekelilingku. Aku berbaring ditempat tidur. Kulihat alat kedokteran disamping kiriku, kutahu itu infus.“Sayang kamu ada di Rumah Sakit. Kamu tidak sadarkan diri selama 5 jam, setelah tenggelam disungai” jelas mama.“Mama kenapa aku selamat? Siapa yang menyelamatkan aku? Kenapa ga biarkan aku mati saja! Kenapa selamatkan aku, Ma?” aku meronta.Aku melepaskan selang infus yang ada di tanganku. Aku tak merasakan sakit pada tanganku akibat infus itu, karena rasa sakit di hatiku lebih perih dibanding itu.“Cantik tenang! Tenang sayang!” ucap mama menenangkanku.“Kamu mau tahu siapa yang menyelamatkanmu, sayang? Dia Hans” aku shock.“Hans, Ma?” tanyaku memastikan lagi.“Iya sayang” ucap Papa tiba-tiba muncul dibalik pintu, lalu mendekatiku.“Hanslah yang menyelamatkan kamu, sayang” Hans muncul dibelakang Papa.“Hans” ucapku terpana melihat sosok cowok yang sangat kucintai.“Kenapa kamu selamatkan aku?” Hans menghampiriku.“Aku sudah pernah bilang kalau aku ga bisa lihat orang yang aku cintai itu mati”“Tapi aku memang sudah mati”.“Tidak Cantik. Kamu tidak boleh mati. Setidaknya untuk orang-orang yang kamu miliki”.“Kalau kamu memang tak ingin aku mati. Batalkan pernikahanmu!” ucapku kesal.“Tidak. Aku tak bisa membatalkannya. Walaupun Papamu sekarang sudah mengizinkan hubungan kita, Aku tetap tak bisa. Aku tahu orang tuaku pasti memberi yang terbaik untukku”.“Jadi kamu anggap aku bukan yang terbaik” aku membesarkan volume suaraku. Aku semakin berang, Papa memelukku. “Kamu tetap yang terbaik, Cantik. Tapi mungkin, kita memang tidak ditakdirkan untuk bersama. Bukankah cinta tak selamanya harus memiliki. Belajarlah menerima kenyataan, pasti ada yang terbaik untukmu” Hans berbalik meninggalkan ruangan perawatanku ini.Aku menangis, aku tak mampu berbuat apa-apa. Aku tahu keputusan Hans tadi sudah Final. Papa memelukku erat, kusadari papa juga menangis. Mungkin merasa bersalah, pernah menentang cinta kami. Sudah 5 hari aku mengurung diri dikamar. Menangisi nasibku, nafsu makanku hilang. Papa yang sangat khawatir dengan keadaanku, dia tak pernah berhenti membujukku untuk makan. Walaupun kadang usahanya itu sia-sia. Aku Cuma mengkonsumsi susu dan air yang selalu tersedia dikamarku.Aku berbaring lemah diatas tempat tidur. Kulihat almanak di meja belajarku. Ada coretan hitam pada tanggal 2. itu hari pernikahan Hans, dan hari itu adalah besok.Tiba-tiba aku mendapat ide untuk menggagalkan acaranya besok. Aku akan hadir untuk menghancurkan pestanya. Ya, aku akan menghancurkan pestanya! Ucapku dalam hati. Aku sudah membayangkan, Hans akan kembali padaku. Aku hendak memejamkan mataku. Tuuut….tuuut… handphoneku berbunyi. Sebuah pesan di terima. Aku meraih handphoneku, kubaca pesan itu. Hans.***Cantik. Semoga kamu baik-baik saja. Besok, akhir dari kisah cinta kita. Aku harap kamu bisa menerima kenyataan. Seperti aku akan belajar menerimanya. Kamu tahu aku sangat mencintaimu, tapi kita tak bisa bersama. Biarlah rasa cinta ini selalu menetap didalam hati. Tanpa harus memiliki***Aku membanting ponselku. Ponsel itu hancur, seperti juga hatiku yang hancur. Aku menangis lagi, kenapa Hans bisa kuat menghadapi ini? Aku mencoba mencerna lagi kata-kata Hans dalam pesan tadi.Aku sadar, Hans benar. Aku akan mencoba menerima kenyataan. Aku segera menyeka airmataku, mencoba tuk pejamkan mataku.“Semoga besok sedihku telah jauh pergi bersama malam ini!” ucapku lirih. Aku terlelap.Suasana pesta begitu meriah, aku berjalan masuk. Aku tak peduli dengan semua yang ada disini, tujuanku Cuma satu. Aku terus berjalan ke pelaminan, kulewati orang-orang dengan cueknya.Aku langsung menuju hadapan Hans. Aku berdiri tepat didepan Hans, aku ambil tangannya dalam genggamanku. Ku peluk tubuh Hans dengan segenap hatiku.“Seperti permintaanmu aku akan berusaha menerima kenyataan ini. Tapi jangan paksa aku untuk membuang rasa cinta ini. Aku tahu cinta tak harus memiliki. Tapi hatiku akan selalu milikmu. Semoga kamu bahagia!” ucapku lirih dalam pelukan Hans.Aku melepaskan pelukanku dan meninggalkan Hans, juga kerumunan orang-orang yang memandang aneh padaku. Aku tak peduli, aku terus berjalan keluar. Karena aku harus tetap menjalani hidupku. Aku paham semua ini adalah kuasa Tuhan dan Dia pasti akan mengirimkan seseorang yang memang terbaik untukku


2 komentar:

═══¤۩۞۩ஜஜ TeRiMaKaSiH tElAh BeRkUnJuNg, SiLaHkAn IsI KoMeNtAr ஜஜ ۩۞۩¤═══